INI MODUS POLITISASI GURU DALAM PILKADA DKI

Diposting oleh Pendidikan | Rabu, September 19, 2012



JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua hanya dalam hitungan hari. Dalam perjalanannya, terungkap beberapa modus dugaan politisasi guru di dalamnya yang dilakukan oleh birokrasi pendidikan.

 Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), Retno Listyarti menyampaikan, beberapa modus  politisasi guru dalam Pilkada DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

Pertama, baliho yang dibuat beberapa sekolah dan berisi ucapan terima kasih kepada Gubernur DKI Jakarta saat ini atas diluncurkannya program wajib belajar 12 tahun yang biaya pembuatannya berasal dari kas sekolah.

"Tindakan ini berasal dari inisiatif kepala sekolah atas perintah Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta," kata Retno, saat menggelar deklarasi guru menolak politisasi guru dalam Pilkada DKI, di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Selasa (18/9/2012).

Kedua, sebuah sekolah, yakni SMKN 57 Pasar Minggu, yang memberikan uang transport kepada guru yang berdomisili di luar Jakarta tetapi memiliki hak memberikan suara pada Pilkada DKI Jakarta. Insentif gelap itu berasal dari kocek pribadi kepala sekolah yang nominalnya berkisar antara Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu.

 "Itu dilakukan wakil kepala sekolah berdasarkan perintah kepala sekolah untuk mencari guru yang dimaksud," ungkap Retno.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ini menambahkan, pada 8 September 2012 ada kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (MGMP PKn) di SMPN 85 Jakarta Selatan. Dalam kegiatan yang dihadiri oleh seluruh guru PKn SMP se-Jakarta Selatan itu, Ketua MGMP berkesempatan membuka kegiatan dan disusul dengan pengarahan dari Sekretaris Musyawarah Kepala-Kepala Sekolah (MKKS), Tajudin. Dalam pertemuan itu, pokok pengarahannya difokuskan untuk memilih salah satu calon Gubernur DKI Jakarta karena telah berjasa atas kepentingan komunitas guru.

Lebih jauh, para guru juga diminta membuat soal tertulis untuk tugas terstruktur. Di mana para siswa-siswi nantinya diharuskan mewawancarai orangtuanya untuk mengisi tugas tersebut.

 "Ini jelas terstruktur dan masif. Arahnya untuk memetakan jumlah suara salah satu calon," ujar Retno.

Pada kesempatan yang sama, seorang guru honorer sebuah SMP Negeri di Jakarta Utara, Erna menyampaikan, pada 2 September 2012 lalu ada pertemuan seluruh tenaga pendidik honorer di Gelanggang Olahraga Ragunan. Dalam acara itu, semua peserta diarahkan untuk memilih salah satu calon tertentu pada Pilkada DKI putaran kedua.

 "Iya itu benar, kami honorer se-Jakarta hadir dan ada instruksi itu," ungkapnya.

Merujuk pada data FMGJ, modus-modus serupa masih banyak terjadi. Umumnya diselubungkan dalam berbagai kegiatan. Seperti halal-bihalal, musyawarah guru, ceramah guru sampai pada ceramah keagamaan di masjid-masjid sekolah.

Sumber: kompas.com