IMAM SYAFI’I

Diposting oleh Pendidikan | Kamis, April 01, 2010

Imam Syafi’i adalah pendiri mazhab fiqih yang paling banyak dianut mayoritas umat Islam Indonesia. Mazhab fiqihnya benama Syafi’i dinisbatkan kepada namanya.

Lahir dengan nama Abu Abdullah Muhammad bin Idris as Syafi’i. Dia keturunan dari suku Arab Quraisy al Hasyimi. Akan tetapi, dia lahir di kota Gaza, Palestina. Besar dan memulai pendidikannya di kota Mekah tempat kediaman orang tuanya.

Imam Syafi’i dikenal rajin belajar dan sangat cerdas. Pada usia anak-anak dia telah mampu menghafal Alquran di luar kepala. Pada usia 15 tahun, ilmu pengetahuan agamanya sudah andal. Hingga seorang mufti di kota Mekah, Muslim bin Khalid al Zinji pernah berkata kepadanya, ”Wahai Abdullah, berikan fatwa karena demi Allah kamu sudah mencukupi.”

Selama hidupnya Imam as Syafi’i dikenal suka mengunjungi kota-kota untuk belajar dan menemui para ulama terkenal. Dari ulama itu kemudian dia berguru atau mendalami suatu ilmu. Imam Syafi’i belajar dan menghafal hadis dari Imam Malik. Dia menghafal al Muwatta, kitab karya Imam Malik. Dia juga mengunjungi kota Baghdad dua kali lalu pergi ke Mesir.

Imam Syafi’i adalah seorang ulama dan guru terkenal. Dia mengajar beberapa cabang ilmu pengetahuan, dari Alquran dan hadis hingga tata bahasa.

Salah satu ciri yang menonjol dari Imam Syafi’i adalah pribadi yang tidak fanatik. Dia tidak pernah memaksakan pendapatnya dan menghormati perbedaan pendapat antarmazhab yang ada.

Karyanya yang sangat terkenal adalah ar Risalah, yang dinilai kalangan ulama sebagai landasan untuk membuat ketentuan hukum Islam. Dalam buku itu, Imam Syafi’i menggunakan dalil-dalil Alquran dari segi makna harfiahnya. Setelah itu, dia menyertakan hadis-hadis sahih. Imam Syafi’i sangat berhati-hati menerima hadis. Hadis akan diterima dan dijadikan sebagai dalil dengan syarat hadis itu sahih.

Selain itu, Imam Syafi’i juga menulis sebuah karya yang berjudul al Um. Kitab ini di dalamnya membahas masalah cara-cara membuat keputusan hukum. Juga kitab Ikhtilaf al Hadis dan al Musnad.

Imam Syafi’i masyhur karena jasanya memperkenalkan metode al qiyas (analogi) dalam membuat hukum. Cara berpikir qiyas adalah dengan mencari kesamaan pada hukum asal, kemudian menentukan hukum yang baru.

Sebagai contoh dari qiyas adalah bagaimana hukum zakat jagung? Padahal di dalam Alquran dan hadis tidak ada ayat yang menerangkan wajib hukumnya jagung.

Lalu apakah orang-orang kaya di Madura yang menjadikan jagung sebagai makanan pokoknya tidak perlu mengeluarkan zakat? Bagaimana jika dia memiliki jagung yang jumlahnya sudah mencapai nisab atau batas ketentuan harus mengeluarkan zakatnya? Bagaimana pula dengan zakat fitrahnya?

Jika dicari secara harfiah, sebagaimana apa adanya dalam ayat Alquran atau hadis Rasulullah saw. tentu saja tidak akan ditemui zakat jagung. Akan tetapi, jika dilakukan cara pengambilan hukum yang ditawarkan Imam Syafi’i akan ditemukan hukumnya. Berdasarkan pertimbangan bahwa gandum sebagai makanan pokok harus dikeluarkan zakatnya, maka jagung yang juga makanan pokok wajib pula zakatnya. Kedua, gandum dan jagung memiliki kesamaan, yakni sama-sama makanan pokok.

Inilah sumbangan pemikiran Imam Syafi’i yang sangat berharga sekali dalam bidang hukum fiqih. Metode berpikir qiyas (analogi) yang biasanya digunakan dalam mantiq atau logika diterapkan dalam fiqih.

Salah satu ungkapan yang sangat terkenal dari Imam Syafi’i yang menunjukkan dirinya adalah seorang ulama yang berlapang dada dan rendah hati adalah, ”Jika Anda mendapatkan kata-kata atau ketentuan hukum yang bertentangan dengan hadis, maka ikutilah hadis. Jika kamu mendapatkan kata-kata atau pernyataan saya bertentangan dengan hadis, maka jangan ikuti kata-kata atau pernyataan saya.”

Mazhab Syafi’i selalu menjadi mazhab yang diajarkan di Universitas al Azhar, Mesir. Mazhab Syafi’i menjadi mazhab resmi di Mesir pada masa Sultan Salahudin, pendiri Dinasti Ayubiyah.

Mazhab Imam Syafi’i banyak dianut oleh umat Islam di wilayah Irak, Indonesia, dan banyak lagi di dunia Islam lainnya, kecuali di kota Madinah dan Iran. Umat Islam di kedua wilayah ini jarang yang mengikuti mazhab ini.

Sebagai ulama, Imam Syafi’i juga menghadapi masalah politik yang sama dengan imam-imam dan ulama-ulama lainnya, mereka yang berjuang ingin menegakkan kebenaran. Dia mengalami tekanan politik dari para penguasa karena fatwa-fatwanya dinilai tidak mendukung atau bahkan menentang kebijakannya. Imam Syafi’i pernah ditangkap sebagai tahanan oleh Khalifah Harun al Rasyid tetapi kemudian dibebaskan. Imam Syafi’i meninggal pada tahun 820 M. Dia dimakamkan di Mesir.

Sumber: Tasirun Sulaiman