Khalifah al Walid bin Abdul Malik adalah putra mahkota Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Dia menjadi khalifah menggantikan ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ada perbedaan dalam hal kecakapan di bidang ilmu pengetahuan. Tidak seperti ayahnya yang pandai menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan, termasuk kemampuan bahasa Arab. Al Walid tidak memiliki keterampilan berbahasa yang cukup baik. Oleh karena itu, al Walid dikenal sebagai khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang kemampuan bahasa Arabnya kurang baik. Padahal, para penguasa dan khalifah dari Dinasti Bani Umayyah dikenal memiliki kemampuan bahasa Arab yang cukup baik.
Meskipun ayahnya sudah mendatangkan seorang guru pengajar ilmu nahwu, tata bahasa Arab, tetapi keterampilan bahasa Arab al Walid tidak mengalami perubahan yang berarti. Melihat kenyataan seperti itu ayahnya berkomentar, ”Cinta aku kepada putraku, al Walid telah membahayakan dirinya.”
Ungkapan ayahnya itu mengandung pengertian bahwa karena cinta dan sayangnya kepada al Walid, ayahnya tidak tega mengirim al Walid ke Gurun Sahara. Wilayah Sahara atau padang pasir cukup jauh dan termasuk wilayah pedalaman. Di wilayah ini bahasa Arab masih cukup baik karena belum bercampur oleh bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, ayah al Walid agaknya tidak tega membiarkan anaknya tinggal dan menetap di wilayah itu bersama orang-orang Badui.
Menurut penilaian, bahwa bahasa Arab suku Badui atau pedalaman Arab masih murni. Bahasa mereka belum tercemar dengan bahasa suku-suku lain. Kehidupan mereka sebagai bangsa nomaden (berpindah-pindah tempat) bersama ternak mereka membuat mereka jarang kontak dan berhubungan dengan suku-suku lain. Berbeda sekali dengan bahasa Arab orang-orang kota. Bahasa Arab orang-orang kota kebanyakan sudah tercemar karena banyak dipengaruhi bahasa dari suku-suku lain.
Namun, meskipun al Walid tidak terampil dalam bahasa Arab, tetapi dia seorang khalifah yang memiliki tekad dan cita-cita yang besar. Dia ingin menyatukan dan memperluas wilayah yang sudah dirintis para pendahulunya menjadi kerajaan yang besar dan tangguh.
Berbekal apa yang sudah dirintis ayahnya, seperti pendirian pabrik-pabrik peralatan perang serta pembuatan kapal-kapal perang. Al Walid berhasil melakukan aksi-aksi dan penyerangan-penyerangan militer ke berbagai wilayah, termasuk Eropa, Afrika Utara, Laut Tengah, Jazirah Arab, dan Asia Tengah.
Keberhasilan Khalifah al Walid bin Abdul Malik dalam mempertahankan dan mengembangkan wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah juga didukung oleh adanya situasi keamanan dan stabilitas dalam negeri yang cukup aman. Tambah pula para panglima perang yang terampil dan andal.
Menurut catatan, al Hajaj bin Yusuf adalah salah seorang gubernur yang banyak mendukung keberhasilan al Walid. Hajaj sudah lama mengabdikan dirinya menjadi pengikut setia Marwan, kakeknya. Demi Dinasti Bani Umayyah, Hajaj mau melakukan apa saja, tidak peduli apakah hal tersebut bertentangan dengan agama atau tidak. Berkat kesetiaannya kepada Dinasti Bani Umayyah, maka dia berhasil menjadi orang kepercayaan Khalifah Marwan. Lebih dari itu, apa yang menjadi keinginan Hajaj selalu dituruti dan dikabulkan.
Kenyataan membuktikan lain, ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Hijaz (kota Mekah dan Madinah) dan berhasil membangun kedua kota itu serta dicintai masyarakat Hijaz, Hajaj menjadi iri. Mengapa? Karena Hajaj juga seorang penguasa, tetapi ia tidak diperlakukan demikian oleh rakyatnya.
Saat itu, Hajaj seorang gubernur. Dia menjadi penguasa wilayah Irak, yang kebanyakan adalah pengikut Ali bin Abi Thalib r.a.. Namun, rakyat Irak tidak suka dengan Hajaj karena ia sosok yang kejam dan bengis. Dia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan yang dilancarkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a..
Hajaj juga dikenal oleh banyak kalangan sebagai orang yang suka menjilat dan mau melakukan apa saja, termasuk fitnah dan pembunuhan. Akibat kekejaman Hajaj, para pemberontak menjadi takut dan menjadikan kondisi negara aman dan stabil. Inilah yang dikatakan Marwan kepada Abdul Malik dan juga cucunya, al Walid bahwa Hajaj itu termasuk orang yang berjasa mendukung Dinasti Bani Umayyah.
Ada seorang panglima perang yang namanya sangat masyhur pada masa Khalifah al Walid, dia adalah Thariq bin Ziad. Thariq bin Ziad namanya kemudian diabadikan untuk sebuah selat di Laut Tengah, Selat Gibraltar yang artinya Selat Jabal Thariq. Nama selat itu hingga kini masih ada.
Panglima Thariq bin Ziad dikenal tidak saja karena sangat tangguh dan cakap memimpin pasukan. Akan tetapi, dia juga dikenal sebagai orang yang pandai berdiplomasi dan berpidato. Pidatonya dapat mengobarkan semangat pasukannya, sehingga mereka memiliki keberanian untuk bertempur hingga titik darah penghabisan.
Sumber: Tasirun Sulaiman
Meskipun ayahnya sudah mendatangkan seorang guru pengajar ilmu nahwu, tata bahasa Arab, tetapi keterampilan bahasa Arab al Walid tidak mengalami perubahan yang berarti. Melihat kenyataan seperti itu ayahnya berkomentar, ”Cinta aku kepada putraku, al Walid telah membahayakan dirinya.”
Ungkapan ayahnya itu mengandung pengertian bahwa karena cinta dan sayangnya kepada al Walid, ayahnya tidak tega mengirim al Walid ke Gurun Sahara. Wilayah Sahara atau padang pasir cukup jauh dan termasuk wilayah pedalaman. Di wilayah ini bahasa Arab masih cukup baik karena belum bercampur oleh bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, ayah al Walid agaknya tidak tega membiarkan anaknya tinggal dan menetap di wilayah itu bersama orang-orang Badui.
Menurut penilaian, bahwa bahasa Arab suku Badui atau pedalaman Arab masih murni. Bahasa mereka belum tercemar dengan bahasa suku-suku lain. Kehidupan mereka sebagai bangsa nomaden (berpindah-pindah tempat) bersama ternak mereka membuat mereka jarang kontak dan berhubungan dengan suku-suku lain. Berbeda sekali dengan bahasa Arab orang-orang kota. Bahasa Arab orang-orang kota kebanyakan sudah tercemar karena banyak dipengaruhi bahasa dari suku-suku lain.
Namun, meskipun al Walid tidak terampil dalam bahasa Arab, tetapi dia seorang khalifah yang memiliki tekad dan cita-cita yang besar. Dia ingin menyatukan dan memperluas wilayah yang sudah dirintis para pendahulunya menjadi kerajaan yang besar dan tangguh.
Berbekal apa yang sudah dirintis ayahnya, seperti pendirian pabrik-pabrik peralatan perang serta pembuatan kapal-kapal perang. Al Walid berhasil melakukan aksi-aksi dan penyerangan-penyerangan militer ke berbagai wilayah, termasuk Eropa, Afrika Utara, Laut Tengah, Jazirah Arab, dan Asia Tengah.
Keberhasilan Khalifah al Walid bin Abdul Malik dalam mempertahankan dan mengembangkan wilayah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah juga didukung oleh adanya situasi keamanan dan stabilitas dalam negeri yang cukup aman. Tambah pula para panglima perang yang terampil dan andal.
Menurut catatan, al Hajaj bin Yusuf adalah salah seorang gubernur yang banyak mendukung keberhasilan al Walid. Hajaj sudah lama mengabdikan dirinya menjadi pengikut setia Marwan, kakeknya. Demi Dinasti Bani Umayyah, Hajaj mau melakukan apa saja, tidak peduli apakah hal tersebut bertentangan dengan agama atau tidak. Berkat kesetiaannya kepada Dinasti Bani Umayyah, maka dia berhasil menjadi orang kepercayaan Khalifah Marwan. Lebih dari itu, apa yang menjadi keinginan Hajaj selalu dituruti dan dikabulkan.
Kenyataan membuktikan lain, ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Hijaz (kota Mekah dan Madinah) dan berhasil membangun kedua kota itu serta dicintai masyarakat Hijaz, Hajaj menjadi iri. Mengapa? Karena Hajaj juga seorang penguasa, tetapi ia tidak diperlakukan demikian oleh rakyatnya.
Saat itu, Hajaj seorang gubernur. Dia menjadi penguasa wilayah Irak, yang kebanyakan adalah pengikut Ali bin Abi Thalib r.a.. Namun, rakyat Irak tidak suka dengan Hajaj karena ia sosok yang kejam dan bengis. Dia adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan yang dilancarkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib r.a..
Hajaj juga dikenal oleh banyak kalangan sebagai orang yang suka menjilat dan mau melakukan apa saja, termasuk fitnah dan pembunuhan. Akibat kekejaman Hajaj, para pemberontak menjadi takut dan menjadikan kondisi negara aman dan stabil. Inilah yang dikatakan Marwan kepada Abdul Malik dan juga cucunya, al Walid bahwa Hajaj itu termasuk orang yang berjasa mendukung Dinasti Bani Umayyah.
Ada seorang panglima perang yang namanya sangat masyhur pada masa Khalifah al Walid, dia adalah Thariq bin Ziad. Thariq bin Ziad namanya kemudian diabadikan untuk sebuah selat di Laut Tengah, Selat Gibraltar yang artinya Selat Jabal Thariq. Nama selat itu hingga kini masih ada.
Panglima Thariq bin Ziad dikenal tidak saja karena sangat tangguh dan cakap memimpin pasukan. Akan tetapi, dia juga dikenal sebagai orang yang pandai berdiplomasi dan berpidato. Pidatonya dapat mengobarkan semangat pasukannya, sehingga mereka memiliki keberanian untuk bertempur hingga titik darah penghabisan.
Sumber: Tasirun Sulaiman