UJI KOMPETENSI YANG (CUKUP) MENGUJI KESABARAN

Diposting oleh Pendidikan | Sabtu, Agustus 04, 2012



JAKARTA, KOMPAS.com - Uji kompetensi guru (UKG) yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memasuki hari kelima, Jumat (3/8/2011). Sejak hari pertama pelaksanaan, 30 Juli 2012, hingga kemarin, uji kompetensi banyak menguji kesabaran para guru. Banyak yang justru tidak jadi teruji kompetensinya. Apa sebab?

Ya, sejak hari pertama hingga kemarin, kegagalan pelaksanaan UKG masih terus terjadi. Persoalan utama adalah tidak "joss"-nya koneksi internet. Padahal, uji ini dilakukan secara online. Alhasil, para guru yang sudah belajar "bermalam-malam suntuk" pun gigit jari. Selain persoalan koneksi, data guru yang terekam pun tidak valid sehingga membuat sistem tidak bekerja.

Idealnya, seperti selalu dilontarkan Kemdikbud, hasil UKG akan digunakan sebagai pemetaan dan menjadi data awal pembinaan kompetensi guru.Tetapi, potret di lapangan bercerita lain.

Tidak siap?

Sebelum hari H pelaksanaan, uji kompetensi memang telah mengundang kontroversi. Sebut saja sejumlah "keanehan" yang sebenarnya bisa dikatakan menunjukkan bahwa Kemdikbud belum siap menggelar ujian bagi lebih dari sejuta guru bersertifikat.

Pertama, dari sisi waktu pelaksanaan. Banyak masukan diberikan kepada Kemdikbud agar tidak tergesa-gesa menggelar uji kompetensi. Apalagi, sosialisasi masih minum dan diadakan pada bulan Ramadhan.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo bahkan mengirimkan surat kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh. Dalam surat itu,  Sulistiyo meminta pelaksanaan UKG mulai digelar sekitar Oktober 2012. Alasannya, memberikan waktu yang lebih panjang bagi guru untuk mempersiapkan diri dan memberi ruang sosialisasi. Khususnya, kepada guru-guru yang menjalani uji kompetensi di daerah pelosok.

"Saya sempat usul agar UKG dilaksanakan Oktober. Entah mengapa jadi tergesa-gesa. Persiapan minim yang akhirnya gagal, dan seperti merendahkan guru," kata Sulistiyo.

Kritik tergesa-gesa ini sempat dibantah oleh M Nuh. Seusai menghelat rapat kabinet bersama Presiden SBY di Gedung Kemdikbud, tepat di hari kedua UKG, Nuh membantah bahwa uji kompetensi terkesan digelar dengan terburu-buru. Ia mengatakan, persiapan telah dilakukan dengan matang. Persoalan yang muncul hanya merupakan kendala teknis.

"Bukan karena kami belum siap atau tergesa-gesa. Tapi persoalan teknis di lapangan menjadi kendala lain," kata Nuh, Selasa lalu.

Dasar hukum

Keanehan lain terletak pada dasar hukum pelaksanaan UKG. Pemerintah dinilai lalai karena Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud Nomor 57/2012) tentang pelaksanaan UKG baru terbit pada 26 Juli 2012, atau hanya empat hari sebelum UKG mulai dilaksanakan.

Sementara, pedoman UKG telah disebar berikut sosialisasi pelaksanaannya jauh hari sebelum regulasinya dilahirkan. Hal inilah yang kemudian memunculkan anggapan bahwa UKG hanya proyek coba-coba, dipaksakan saat persiapan belum matang.

"Buku pedoman sudah disebar dan sosialisasi dilakukan jauh sebelum aturannya terbit. Lantas dasar hukum proses sosialisasi itu apa? Ini indikasi bahwa UKG digelar buru-buru tanpa perencanaan," ujar pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Edy Halomoan Gurning dalam jumpa pers UKG di Jakarta, Rabu (1/8/2012).

Soal ujian "salah alamat"

Keprihatinan lain adalah kacaunya soal ujian. Tak sedikit guru peserta UKG mengeluhkan melencengnya substansi soal dengan kompetensi yang diujikan. Belum lagi kelengkapan soal bergambar yang tersaji dengan buruk, dan soal ujian yang tidak dilengkapi dengan pilihan jawaban.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listiyarti menganggap kelemahan pada soal sebagai bentuk penghinaan pemerintah terhadap guru. Pihaknya telah menerima laporan dari 17 daerah jaringan FSGI.

"Menguji guru dengan soal-soal begitu, sama dengan menghina. Tapi akhirnya guru juga yang disalahkan," kata Retno.

Anggaran

Demikian pula soal anggaran. Sejumlah informasi terkait rupiah yang digelontorkan untuk membiayai pelaksanaan UKG berbeda-beda. Kemdikbud, saat ditanya, tak mau terbuka berapa besar dana yang dikeluarkan.

Anggota Komisi X DPR, Dedi Gumelar menyampaikan bahwa anggaran UKG tidak disampaikan secara rinci kepada DPR. Hal itu membuat pengesahannya tak didahului dengan perdebatan panjang.

Ia mengungkapkan, UKG menyedot kas negara sekitar Rp 300 miliar, dengan unit cost setiap peserta hampir mencapai Rp 200 ribu.

Akan tetapi, menurut Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik (Kepala BPSDMP-PMP) Kemdikbud Syawal Gultom, unit cost per guru yang mengikuti uji kompetensi ini hanya Rp 50 ribu. Entahlah, mana yang benar.

Sejumlah wartawan pernah meminta pejabat terkait untuk menjelaskan proporsi anggaran ujian itu. Akan tetapi tidak pernah ditanggapi secara serius.

Salah siapa?

Bukan mencari kambing hitam. Tetapi, sebuah gelaran besar di dunia pendidikan yang didanai dengan uang negara ini harus dapat dipertanggungjawabkan. Pelaksanaannya yang diwarnai sejumlah persoalan harus memberikan jawaban, apa yang menyebabkannya bisa terjadi.

Menanggapi sejumlah persoalan, Kemdikbud seakan lepas tangan. Melepas sumber salah kepada para guru. Data yang tidak valid dianggap terjadi karena kesalahan guru yang melakukan perubahan tanpa konfirmasi.

Semua guru yang gagal mengikuti UKG gelombang pertama juga di-reschedule seenaknya, tanpa memperhitungkan kesiapan guru dari segi waktu, biaya transport yang dikeluarkan, hingga waktu belajar siswa yang dikorbankan.

Dengan segala persoalan yang ada, Kemdikbud pun belum mengakui kekurangannya. Berulang kali Mendikbud Mohammad Nuh mengklaim bahwa UKG dilaksanakan dengan persiapan matang. Kenyataannya, berbanding terbalik saat eksekusinya.

Sumber: kompas.com