Abu Hanifah belajar ilmu-ilmu agama dari seorang ulama terkenal bernama Hammad bin Abi Sulaiman dan ulama Mekah serta Madinah. Abu Hanifah tinggal di kota Kufah di mana semangat berpikir rasional yang dipengaruhi kegiatan keilmuan di kota sangat kuat. Kota Kufah letaknya jauh dari Mekah dan Madinah yang banyak terdapat ahli hadis. Oleh karena itu, penafsiran hukum yang dilakukan Abu Hanifah lebih banyak dipengaruhi oleh ijtihad dengan menggunakan pikiran atau ar ra’yu.
Sebagai seorang ulama, Imam Abu Hanifah dikenal sangat tegas dalam pendirian. Dia tidak takut mengatakan yang benar di depan penguasa. Abu Hanifah hidup pada dua masa dinasti yang berbeda, hidup pada masa Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasiyah.
Imam Abu Hanifah masyhur sebagai ulama yang tidak tinggal diam ketika melihat kezaliman. Tidak dapat tenang melihat kejahatan merajalela. Dia juga dikenal sebagai pendukung ahlul bait, yakni keturunan Ali r.a..
Seperti diketahui bahwa para penguasa Dinasti Bani Umayyah sangat membenci keturunan Ali r.a.. Mereka memandang bahwa keturunan Ali r.a. adalah sebuah ancaman dan bom waktu yang setiap saat dapat menghancurkan Dinasti Bani Umayyah. Oleh karena itu, ahlul bait menjadi sasaran dan objek kesewenang-wenangan dan kezaliman.
Perlakuan Khalifah Yazid bin Abdul Malik pernah menghabisi keturunan Ali r.a. ketika terjadi pemberontakan di wilayah Kufah. Lalu dia memerintahkan pasukannya untuk menghabisi keturunan Ali r.a.. Pembunuhan pun dilakukan terhadap keturunan Ali r.a.. Melihat kezaliman terjadi, Abu Hanifah pun melancarkan kritik dan protes tegas. Akibatnya, Abu Hanifah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Akan tetapi, dia tetap sabar dan teguh dengan pendiriannya meskipun harus mengalami siksaan fisik.
Begitu pula saat Dinasti Bani Abbasiyah berkuasa, Abu Hanifah tetap melancarkan kritikannya demi menegakkan kebenaran. Dia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara karena kritikannya terhadap paham Mu’tazilah tentang Alquran sebagai ciptaan dan makhluk.
Selain tegas dan teguh juga ada cerita yang mengisahkan bahwa pribadi Abu Hanifah tidak tergoda dan tergiur dengan uang atau harta.
Dikisahkan, suatu hari Abu Hanifah diundang ke istana karena sang permaisuri bertengkar dengan khalifah. Abu Hanifah diminta untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara permaisuri dan khalifah. Harun al Rasyid bertanya kepada Abu Hanifah, ”Berapa jumlah yang diperbolehkan agama seorang laki-laki menikahi wanita?” Dengan tegas Abu Hanifah menjawab, ”Empat orang!” Lalu Harun al Rasyid pun berkata kepada istrinya, ”Kamu dengar itu?” Akan tetapi, Abu Hanifah kemudian bertanya, ”Apakah syaratnya? Sehingga dia diperbolehkan menikahi lebih dari satu?” Harun al Rasyid menjawab spontan, ”Adil!” Lalu Abu Hanifah bertanya kepada sang permaisuri, ”Apakah khalifah sudah berlaku adil?” Sang permaisuri hanya dapat menggelengkan kepala.
Sang permaisuri pun menjadi senang dengan keberanian Abu Hanifah. Ketika Abu Hanifah hendak meninggalkan istana, sang permaisuri memberikan sejumlah uang dirham kepadanya. Akan tetapi, Abu Hanifah menolak pemberian sang permaisuri sembari berkata, ”Anda tidak perlu memberi aku uang karena aku tadi tidak sedang membela Anda, tetapi kebenaran.”
Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang suka menjauhi penguasa dan orang kaya. Dia lebih menyukai kehidupan yang menyibukkan dirinya dengan memperbaiki akhlak dan menambah ilmu pengetahuan. Abu Hanifah juga dikenal sebagai pribadi yang suka mengajarkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Ketika mengajar dia tidak meminta dan tidak mau menerima bayaran dari pekerjaannya. Dia melakukannya ikhlas hanya karena ingin mengajarkan ilmu pengetahuan.
Bukti yang menegaskan bahwa Abu Hanifah itu suka menjauhi kekuasaan adalah penolakannya untuk menjadi hakim. Pada masa Dinasti Bani Abbasiyah, Abu Hanifah pernah diminta untuk menjadi hakim, tetapi dia menolak. Sikapnya membuat khalifah Dinasti Bani Abbasiyah menjadi marah kepada Abu Hanifah.
Sepanjang hidupnya Imam Abu Hanifah disibukkan dengan ilmu pengetahuan khususnya mengajar Alquran, hadis, dan hukum Islam atau fiqih. Dia meninggal pada tahun 767 M. Usianya 76 tahun. Mazhab fiqihnya berkembang pesat setelah diajarkan oleh murid-muridnya.
Salah satu murid Abu Hanifah yang sangat berpengaruh sehingga Mazhab Hanafi bekembang luas adalah Abu Yusuf. Dia seorang hakim pada masa Dinasti Abbasiyah. Dia juga menulis sebuah buku yang sangat terkenal pada masa itu. Bukunya berjudul Kitab al Kharaj. Buku itu hingga sekarang masih bisa didapatkan.
Adapun guru Abu Hanifah sendiri tidak menulis buku, melainkan karya yang ditulis oleh murid-muridnya yang dinisbatkan atau dikaitkan dengan nama Abu Hanifah. Kitab al Fikh al Akbar, buku fiqih ini menurut banyak kalangan ditulis oleh murid-murid dari ceramah-ceramah Abu Hanifah. Lalu buku itu dinisbatkan kepada gurunya.
Dalam perkembangan selanjutnya, mazhab fiqih Hanafi banyak dianut oleh umat Islam di wilayah-wilayah Turki dan Asia Tengah serta India. Mazhab ini juga banyak dianut oleh umat Islam di Syiria dan Mesir. Bahkan, Mazhab Hanafi pernah menjadi mazhab resmi negara Mesir.
Sumber: Tasirun Sulaiman