Nama lengkapnya, Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdul Syam bin Abdul Manaf. Ibunya bernama Hindun binti Utbah bin Rabi’ah bin Abdul Syam bin Abdul Manaf. Dari silsilah itu terlihat bahwa ayah dan ibunya bertemu pada Abdul Syam. Artinya, ayah dan ibu Muawiyah itu masih dari satu keturunan.
Muawiyah lahir pada tahun ke-5 sebelum kenabian, tepatnya 606 M. Muawiyah juga terkenal dengan julukan nama Abu Abdurrahman. Artinya, Muawiyah juga orang yang suka menyayangi orang lain. Kapan Muawiyah bin Abu Sufyan masuk Islam?Tidak ada catatan dan data yang pasti. Akan tetapi, menurut sebuah sumber bahwa Muawiyah masuk Islam bersama ayahnya, Abu Sufyan pada peristiwa Fathul Makkah.
Masih ingatkah kamu, apa peristiwa Fathul Makkah? Fathul Makkah adalah peristiwa ketika Rasulullah saw. dan para sahabatnya mendapatkan izin dari Allah swt. untuk memasuki kota Mekah. Rasulullah saw. sudah lama meninggalkan kota Mekah. Mereka berhijrah ke kota Madinah karena di kota Mekah mereka dianiaya dan dibunuh. Orang-orang kaya dan bangsawan suku Quraisy sudah sejak awal menentang dakwah Rasulullah saw.. Termasuk di antaranya adalah ayah Muawiyah.
Setelah hijrah ke kota Madinah, Rasulullah saw. dan para sabahat kemudian mulai membangun sebuah pemerintahan. Berkat kerja keras Rasulullah saw. dan para sahabatnya, Rasulullah saw. berhasil membangun kekuatan di kota Madinah. Bahkan, lama-kelamaan kota Madinah menjadi pusat ibu kota pemerintahan di bawah kepemimpinannya. Berkali-kali kekuatan Rasulullah saw. terlibat pertempuran dengan kekuatan kaum Quraisy. Padahal, Rasulullah saw. ingin memasuki kota Mekah dengan cara-cara damai, bukan peperangan.
Fathul Makkah artinya penaklukan kota Mekah. Sebenarnya sudah lama Rasulullah saw. ingin memasuki kota Mekah. Akan tetapi, selalu mendapatkan perlawanan kaum kafir Quraisy. Namun, setelah kekuatan politik dan militer Rasulullah saw. di kota Madinah sudah cukup kuat dan tangguh, barulah Rasulullah saw. memasuki kota Mekah.
Menurut sebuah sumber yang lain bahwa Muawiyah telah masuk Islam pada peristiwa Yaum al Qadla. Yaitu sebuah peristiwa di mana Rasulullah saw. dan para sahabatnya melaksanakan umrah setelah Perjanjian Hudaibiyah.
Masih ingatkah kamu tentang Perjanjian Hudaibiyah? Perjanjian antara pihak Rasulullah saw. dengan kafir Quraisy yang memboikot Rasulullah saw. dan para sahabatnya dari dunia luar. Akhirnya, perjanjian itu berakhir bersamaan dengan habisnya papan perjanjian itu dimakan rayap.
Menurut peristiwa tersebut, Muawiyah secara diam-diam menemui Rasulullah saw. dan menyatakan diri masuk Islam. Akan tetapi, karena alasan keselamatan dan ancaman tidak akan mendapatkan warisan dan diputuskan dari hubungan keluarga, Muawiyah menyembunyikan keislamannya.
Namun, setelah peristiwa Fathul Makkah, ayah dan ibunya sudah masuk Islam, Muawiyah menjadi orang dekat Rasulullah saw.. Bahkan, Rasulullah saw. menjadikannya sebagai salah seorang yang dipercaya untuk menulis wahyu. Kebijakan ini tentu mengejutkan sekali, karena Abu Sufyan dan istrinya itu musuh bebuyutan Rasulullah saw.. Bagaimana mungkin tiba-tiba anak musuh bebuyutannya dapat memperoleh kehormatan yang berlebihan seperti itu?
Sungguh pun demikian, inilah kebijaksanaan dan kearifan yang dicontohkan Rasulullah saw. sebagai seorang pemimpin. Beliau memiliki pandangan jauh ke depan daripada kepentingan-kepentingan pribadi. Rasulullah saw. memiliki pertimbangan dan alasan tersendiri mengenai hal ini.
Pada faktanya juga dapat diketahui bahwa menemukan orang yang pandai membaca dan menulis pada saat itu bukanlah hal yang mudah. Budaya baca dan tulis bagi kebanyakan suku Arab yang nomaden hampir tidak ada. Orang-orang Arab lebih suka menggembalakan ternak-ternak mereka daripada mendidik anak-anak untuk dapat membaca dan menulis.
Pada saat itu, hanya anak orang-orang kaya yang memiliki keterampilan seperti itu. Mereka biasanya adalah anggota dari masyarakat ningrat atau bangsawan. Mereka biasanya dari kalangan para pedagang, seperti halnya Muawiyah. Muawiyah adalah anak seorang bangsawan suku Quraisy yang sangat terpandang.
Dari sudut pandang inilah terlihat alasan mengapa Rasulullah saw. memilih Muawiyah, anak musuh bebuyutannya itu. Sungguh pun demikian, hal tersebut adalah suatu keputusan yang sangat realistis.
Paling tidak, dengan cara begitu Rasulullah saw. juga dapat melakukan pendekatan kepada keluarga Abu Sufyan. Abu Sufyan adalah orang terpandang di kota Mekah. Dengan mendapatkan perlakuan yang istimewa dari Rasulullah saw., maka rasa tidak suka dan kebencian kepada Rasulullah saw. pun dapat berkurang. Sebaliknya, Abu Sufyan yang dahulunya memusuhi Islam berbalik menjadi pendukung Islam. Ini merupakan strategi Rasulullah saw. yang sangat hebat sekali. Permusuhan dibalas dengan cinta dan kasih sayang.
Berkat kedekatannya dengan Rasulullah saw., nama Muawiyah pun menjadi dikenal. Dia juga memiliki kedudukan penting di antara para sahabat Rasulullah saw.. Muawiyah diakui sebagai pribadi yang memiliki kecerdasan dan keterampilan bergaul yang luar biasa. Berkat kecerdasan dan kecakapannya dalam bergaul itulah, nama Muawiyah terus melejit dan dikagumi banyak orang.
Karier politiknya mulai terlihat ketika dia dipercaya oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a.. Pada masa Umar bin Khattab r.a. terjadi kekosongan jabatan gubernur. Atas pertimbangan Khalifah Umar bin Khattab, nama Muawiyah dipilih untuk menjadi seorang gubernur.
Awalnya, Muawiyah diangkat menjadi gubernur di Yordania. Di sana Muawiyah berhasil membuat sejumlah kemajuan. Atas penilaian itu, kemudian dia pun diangkat menjadi gubernur Damaskus, Syiria menggantikan Yazid bin Abu Sufyan. Sebelumnya, wilayah Yordania dan Syiria dipisahkan, tetapi sejak Muawiyah menjadi gubernur kedua wilayah itu digabung menjadi satu.
Selama menjadi gubernur di Yordania dan Damaskus, karier politik Muawiyah terus melejit dengan hebat. Sehingga ketika pada masa Khalifah Usman bin Affan r.a. pun Muawiyah juga kembali dipercaya sebagai gubernur Damaskus. Barangkali karena alasan itu, Muawiyah diangkat kembali oleh Usman bin Affan yang masih saudara dekat Muawiyah.
Khalifah Ali r.a. menilai jabatan gubernur itu diperoleh dengan nepotisme karena Muawiyah masih kerabat Usman. Selain itu, ketika Usman dibunuh oleh sekelompok orang yang kecewa dengan kebijakannya, Ali r.a. menduga ada keterlibatan Muawiyah di sana.
Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. menilai bahwa Muawiyah sengaja membiarkan Usman terbunuh. Alasannya, karena sebelum terjadinya aksi pembunuhan itu, Khalifah Usman sebenarnya telah mengirim utusan untuk meminta kepada Muawiyah agar mengirimkan bala bantuan. Akan tetapi, ternyata bala bantuan itu tidak datang, melainkan setelah Khalifah Usman terbunuh.
Namun, Muawiyah menilai bahwa tuduhan Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. tidak benar. Mengapa? Muawiyah merasa bahwa jabatan gubernur itu hasil kerja keras dan keberhasilannya dalam mengendalikan dan membangun wilayah yang dipimpinnya. Muawiyah juga mengatakan bahwa dirinya diangkat oleh Khalifah Umar bin Khattab r.a. bukan karena Khalifah Usman r.a.. Karena alasan itulah, Muawiyah tidak mau dicopot oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a.. Bahkan, ketika Ali bin Abi Thalib r.a. mengirimkan seorang gubernur baru, justru gubernur baru itu disandera. Sejak saat itu perseteruan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. dan Muawiyah terus berkecamuk. Mereka pun terlibat dalam berbagai peperangan. Akhirnya, Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. dibunuh oleh pengikutnya sendiri yang kecewa, yakni oleh kaum Khawarij. Dengan demikian, jalan bagi Muawiyah menjadi khalifah pun semakin terbuka lebar.
Hampir kurang lebih dua puluh tahun Muawiyah menjabat menjadi seorang gubernur di wilayah Jazirah Arab bagian utara. Oleh karena itu, rakyat di wilayah ini mendukung habis-habisan ketika Muawiyah menentang Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a..
Sebagai seorang politisi yang andal dan cerdik, Muawiyah juga pandai melakukan pendekatan. Ketika dia berseteru dengan Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a., dia mencoba mendekati kawan lamanya, Amr bin Ash. Amr bin Ash dikenal seorang politisi licik dan pahlawan perang. Saat itu kebetulan Amr bin Ash telah dicopot dari jabatannya sebagai gubernur Mesir oleh Khalifah Usman bin Affan. Dengan memberi janji akan mengangkatnya menjadi gubernur jika mau bergabung dengannya, Amr bin Ash pun menyetujuinya.
Muawiyah berhasil menjadi khalifah setelah melakukan tekanan-tekanan politik dan militer terhadap Khalifah Hasan bin Ali r.a.. Karena situasi terus memburuk, Khalifah Hasan bin Ali r.a. akhirnya mau menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada tahun 661 M di kota Kufah, Persia. Peristiwa penyerahan itu kemudian lebih populer dengan sebutan ’amul jama’ah. Artinya, setelah terjadinya guncangan-guncangan politik dan ketidakstabilan sosial akibat perang saudara, umat Islam kembali dapat bersatu. Bersatu dalam satu kepemimpinan, yakni Muawiyah.
Setelah menerima penyerahaan kekuasaan, Muawiyah kemudian melakukan serangkaian usaha dan aktivitas memperkuat hubungan dan pemantapan stabilitas keamanan dalam negeri. Dia kemudian mencari dukungan baiat dari berbagai pihak untuk mendapatkan pengakuan jika dirinya adalah khalifah yang sah.
Sumber: Tasirun Sulaiman
Sumber: Tasirun Sulaiman