Dia adalah ilmuan muslim seperti yang lainnya, banyak menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Al Biruni lahir pada tahun 973 M di Uzbekistan yang dahulu bagian dari wilayah Persia. Dia terkenal karena sumbangannya yang sangat berharga sebagai seorang ilmuan. Tidak seperti para ilmuan yang suka mengandalkan pada toeri-teori, al Biruni lebih menekankan pentingnya pengamatan fenomena alam. Karena kepakarannya pada masanya, dia terkenal dengan sebutan al muallim (master).
Al Biruni menurut catatan telah menulis kurang lebih 113 buah karya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Akan tetapi, salah satu karyanya yang hingga saat ini masih ada adalah al Qanun (Canon). Karya al Biruni ini memuat secara komprehensif dan mendetail hasil studinya tentang astronomi.
Penemuan al Biruni dalam bidang astronomi adalah astrolobe, salah satu instrumen untuk mengetahui posisi sebuah planet. Dengan menggunakan astrolobe, posisi terdekat dan terjauh sebuah planet dan bintang-bintang dapat ditentukan.
Al Biruni juga diakui sebagai astronom yang mengatakan bahwa bumi berputar pada porosnya. Bumi juga memiliki gravitasi atau daya tarik.
Adapun tokoh astronomi muslim lainnya adalah al Nairizi yang di Barat dikenal dengan nama Anaritus. Dia bersama dengan Tsabit bin Qurrah membuat ulasan atau komentar tentang Almagest, karya Ptolomeus.
Tsabit bin Qurrah juga dikenal karena menemukan teori getaran Equinox. Abu Ma’syar dikenal sebagai astronom muslim yang karyanya menjadi rujukan kajian astronomi di Barat. Karyanya berjudul Pengantar Besar Astrologi. Lalu disusul kemudian al Battani yang di Barat dikenal dengan nama Albategnius.
Al Biruni diakui sebagai seorang yang berhasil melakukan observasi astronomi dengan tingkat ketepatan dan ketelitian yang luar biasa. Karya al Battani dalam bidang ini berjudul Mengenai Sains Bintang. Karya ini di Barat diterjemahkan dengan judul De Scientia Stellarum.
Karya al Biruni pada masa Barat memulai gerakan renaisans dikaji dan diteliti ulang kemudian dibuatkan ulasan atau komentar oleh ilmuan Italia bernama C.A. Nallino.
Jadi, dari sana dapat terlihat dengan jelas gambaran prestasi gemilang yang telah berhasil dicapai para ilmuan muslim pada abad 10 dalam bidang astronomi. Prestasi mereka itu sudah sangat hebat sekali. Coba jika ini dibandingkan dengan prestasi astronomi bangsa Barat atau Kristen yang memasuki abad 18 saja, mereka masih sibuk membicarakan perdebatan, apakah bumi itu bundar atau datar, apakah bumi sebagai pusat tata surya ataukah matahari.
Tahukah kamu bahwa sebelum datangnya renaisans di Barat, seorang ahli astronomi asal Italia Galileo dihukum mati karena pandangannya yang dianggap membahayakan keimanan Kristiani. Oleh gereja Katolik, Galileo kemudian diperintahkan agar mencabut teorinya yang mengatakan bahwa matahari adalah pusat dari segala tata surya.
Pandangan Galileo ini dianggap membahayakan karena sebelumnya gereja Katolik mengikuti pandangan Ptolomy yang mengatakan bahwa bumi adalah pusat segala tata surya (geosentris).
Akan tetapi, karena yakin dengan kebenaran ilmu pengetahuan, Galileo pun rela menjalani hukuman mati. Akan tetapi, setelah beberapa abad kemudian datanglah ilmuan lain Nicolous Copernicus yang memiliki pandangan yang sama dengan Galileo. Karena kemudian dibuktikan bahwa pandangan Ptolomy ternyata salah, maka akhirnya gereja pun menerima pandangan baru hasil ilmu pengetahuan itu.
Dengan ditemukannya teleskop atau teropong bintang, maka mengamati benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, meteor, galaksi, dan lain-lain yang menjadi objek atau bahan kajian astronomi menjadi lebih mudah lagi.
Bagi umat Islam, astronomi sangat penting sekali karena peribadatan dalam Islam, seperti salat, puasa, lebaran, haji, dan lain-lain berhubungan langsung dengan masalah tata surya.
Sumber: Tasirun Sulaiman
Al Biruni menurut catatan telah menulis kurang lebih 113 buah karya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Akan tetapi, salah satu karyanya yang hingga saat ini masih ada adalah al Qanun (Canon). Karya al Biruni ini memuat secara komprehensif dan mendetail hasil studinya tentang astronomi.
Penemuan al Biruni dalam bidang astronomi adalah astrolobe, salah satu instrumen untuk mengetahui posisi sebuah planet. Dengan menggunakan astrolobe, posisi terdekat dan terjauh sebuah planet dan bintang-bintang dapat ditentukan.
Al Biruni juga diakui sebagai astronom yang mengatakan bahwa bumi berputar pada porosnya. Bumi juga memiliki gravitasi atau daya tarik.
Adapun tokoh astronomi muslim lainnya adalah al Nairizi yang di Barat dikenal dengan nama Anaritus. Dia bersama dengan Tsabit bin Qurrah membuat ulasan atau komentar tentang Almagest, karya Ptolomeus.
Tsabit bin Qurrah juga dikenal karena menemukan teori getaran Equinox. Abu Ma’syar dikenal sebagai astronom muslim yang karyanya menjadi rujukan kajian astronomi di Barat. Karyanya berjudul Pengantar Besar Astrologi. Lalu disusul kemudian al Battani yang di Barat dikenal dengan nama Albategnius.
Al Biruni diakui sebagai seorang yang berhasil melakukan observasi astronomi dengan tingkat ketepatan dan ketelitian yang luar biasa. Karya al Battani dalam bidang ini berjudul Mengenai Sains Bintang. Karya ini di Barat diterjemahkan dengan judul De Scientia Stellarum.
Karya al Biruni pada masa Barat memulai gerakan renaisans dikaji dan diteliti ulang kemudian dibuatkan ulasan atau komentar oleh ilmuan Italia bernama C.A. Nallino.
Jadi, dari sana dapat terlihat dengan jelas gambaran prestasi gemilang yang telah berhasil dicapai para ilmuan muslim pada abad 10 dalam bidang astronomi. Prestasi mereka itu sudah sangat hebat sekali. Coba jika ini dibandingkan dengan prestasi astronomi bangsa Barat atau Kristen yang memasuki abad 18 saja, mereka masih sibuk membicarakan perdebatan, apakah bumi itu bundar atau datar, apakah bumi sebagai pusat tata surya ataukah matahari.
Tahukah kamu bahwa sebelum datangnya renaisans di Barat, seorang ahli astronomi asal Italia Galileo dihukum mati karena pandangannya yang dianggap membahayakan keimanan Kristiani. Oleh gereja Katolik, Galileo kemudian diperintahkan agar mencabut teorinya yang mengatakan bahwa matahari adalah pusat dari segala tata surya.
Pandangan Galileo ini dianggap membahayakan karena sebelumnya gereja Katolik mengikuti pandangan Ptolomy yang mengatakan bahwa bumi adalah pusat segala tata surya (geosentris).
Akan tetapi, karena yakin dengan kebenaran ilmu pengetahuan, Galileo pun rela menjalani hukuman mati. Akan tetapi, setelah beberapa abad kemudian datanglah ilmuan lain Nicolous Copernicus yang memiliki pandangan yang sama dengan Galileo. Karena kemudian dibuktikan bahwa pandangan Ptolomy ternyata salah, maka akhirnya gereja pun menerima pandangan baru hasil ilmu pengetahuan itu.
Dengan ditemukannya teleskop atau teropong bintang, maka mengamati benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang, meteor, galaksi, dan lain-lain yang menjadi objek atau bahan kajian astronomi menjadi lebih mudah lagi.
Bagi umat Islam, astronomi sangat penting sekali karena peribadatan dalam Islam, seperti salat, puasa, lebaran, haji, dan lain-lain berhubungan langsung dengan masalah tata surya.
Sumber: Tasirun Sulaiman