ARIEF RACHMAN: JAM PELAJARAN TERLALU BANYAK!

Diposting oleh Pendidikan | Rabu, Januari 27, 2010

BANDUNG - Praktik pendidikan di Indonesia saat ini telah salah kaprah. Orientasinya hanyalah pada aspek kognitif semata. Padahal, banyak aspek penting lain yang perlu diajarkan di sekolah, misalnya karakter daya juang.

"Pengajaran rumpun humaniora lebih banyak pengetahuan kognitifnya. Sebaliknya, pembiasaan pada pembentukan sikap malah miskin"
-- Arief Rachman


Demikian dikatakan oleh pakar pendidikan Arief Rachman di sela Seminar Menyikapi Polemik Pelaksanaan Ujian Nasional yang diadakan Forum Guru Independen Indonesia (FGII) Kota Bandung, Senin (25/1/2010) di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
"Ini kritik saya untuk pendidikan di Indonesia. Di sini, mengajarnya jauh lebih berat daripada mendidiknya. Lihat saja, misalnya, pengajaran rumpun humaniora lebih banyak pengetahuan kognitifnya. Sebaliknya, pembiasaan pada pembentukan sikap malah miskin. Inilah yang harus kita dobrak," tutur guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.
Menurut Arief, yang juga Ketua Harian Komisi Nasional untuk Unesco ini, jumlah mata pelajaran di Indonesia sebaiknya dikurangi dari yang ada sekarang. Dibandingkan negara lainnya, beban mata pelajaran siswa di sekolah di tanah air jauh lebih berat.
"Sebaiknya lebih sedikit, tetapi bisa lebih dalam. Bukan banyak, tetapi cetek-cetek," tutur pengajar yang mengaku terus berjihad untuk perubahan paradigma pendidikan di tanah air ini.
"Makanya, kalau ada mahasiswa yang diwisuda di depan dengan predikat cum laude, saya mesti tersenyum. Anak itu belum tentu punya semangat juang yang baik setelah lulus. Sebaliknya, anak yang suka jadi korlap (koordinator lapangan) di demo-demo dan IPK-nya cuma 2,9 malah survive," tuturnya, sambil tersenyum.
Pada Senin (25/1/2010) siang, mewakili pemerintah, Arief terbang ke Jenewa, Swiss, untuk hadir di dalam acara International Biro of Education Conference, Unesco. Yang dibahas dalam pertemuan itu adalah bagaimana pembinaan dan pembentukan kurikulum pendidikan secara menyeluruh.
"Tetapi, ini bukan standardisasi," tuturnya di Bandung, beberapa jam sebelum terbang ke Swiss.
Arief berharap, hasil pertemuan ini nantinya bisa memberi masukan kepada perbaikan kurikulum di tanah air.

Sumber: kompas.com