DANA SEKOLAH HARUS TRANSPARAN

Diposting oleh Pendidikan | Rabu, Desember 23, 2009

MALANG— Kebanyakan sekolah di Kota Malang, Jawa Timur, ternyata masih belum memiliki pengelolaan dana pendidikan yang akuntabel dan transparan.
Hasil penelitian Pattiro, sebuah LSM di bidang pendidikan, melatarbelakangi proyek percontohan yang melibatkan 11 sekolah menengah pertama di Kota Malang. Koordinator Pattiro Malang Asiswanto mengatakan, ke-11 sekolah tersebut akan diberi modul untuk diterapkan dalam pengelolaan dana sekolah selama enam bulan ke depan.
”Setelah itu ada tim untuk mengevaluasi sampai sejauh mana mereka sudah tepat melaksanakannya,” kata Asiswanto, Selasa (22/12/2009).
Asis menyebutkan, masalah terbesar sekolah selama ini adalah belum melaporkan dana secara menyeluruh kepada masyarakat. Satu hal yang sering ditemui, sekolah hanya melaporkan dana yang berasal dari orangtua murid.
”Ini kesalahan mendasar karena orangtua murid jadi tidak tahu berapa subsidi yang diberikan pemerintah ke sekolah,” ujar Asis.
Bahkan, Asis menilai, beberapa sekolah masih menganggap masyarakat sebagai pihak "asing". Artinya, selama ini mereka merasa hanya perlu memberikan laporan pertanggungjawaban rutin ke Dinas Pendidikan.
Selain Pattiro, tim evaluasi proyek percontohan sendiri akan melibatkan Dewan Pendidikan Kota Malang. Dalam prosesnya, tiap sekolah nanti akan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga akhirnya menyusun lembar pertanggungjawaban (LPJ) sebagai acuan evaluasi.
Menurut Asis, ke-11 sekolah yang menjadi pilot project tersebut dipilih karena sebelumnya punya track record baik dalam pengelolaan sekolah. Mereka adalah SMPN 3, 6, 7, 9, 10, 12, 14, 16, 21, SMP Muhammadiyah I, dan SMP Ma’arif II.
"Tiap sekolah punya hal positif yang berbeda-beda dalam mengelola dana. Perbedaan karakter itu kami gabungkan dalam satu modul, lalu dijalankan bersama-sama," kata Asis.
Kepala Sekolah SMPN 21 Hadi Harianto menyambut baik program ini. Ia berharap, hasil program ini menjadi model ideal bagi tiap sekolah dalam pengelolaan dana yang akuntabel dan transparan.
"Masyarakat memang berhak tahu ke mana setiap dana itu mengalir," kata Hadi.
Namun, sayang, pemilihan sekolah bisa dibilang belum bisa mewakili karakter tiap daerah. Ini karena tak satu pun dari 11 sekolah tersebut yang mewakili Kecamatan Lowokwaru. Menurut Asis, SMPN 4 yang sejatinya dipilih untuk mewakili Lowokwaru batal berpartisipasi.
Sumber: kompas.com