JAKARTA, KOMPAS.com -
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang mengevaluasi kurikulum pendidikan
yang berlaku saat ini yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Evaluasi
ini melibatkan tokoh pendidikan, tokoh agama, masyarakat, psikolog, dan
berbagai kalangan lainnya.
Evaluasi itu dilakukan, kata
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, karena banyak persoalan di
masyarakat yang erat kaitannya dengan pendidikan. ”Misalnya, mengapa anak-anak sekolah
sering tawuran? Apakah pendidikan karakternya kurang? Waktu senggangnya terlalu
banyak? atau faktor lain,” kata Nuh. Melalui evaluasi, nanti akan diketahui
akar persoalan dan solusinya.
Begitupun dengan kemampuan
bahasa Inggris di kalangan siswa yang umumnya masih kurang. Padahal, pelajaran
Bahasa Inggris disampaikan setidaknya enam tahun pada jenjang SMP dan SMA,
bahkan ada yang mulai sekolah dasar.
Sedang dievaluasi pula, jumlah
mata pelajaran di sekolah yang dinilai terlalu banyak. Di SMA saja, jumlah
pelajaran yang harus ditempuh siswa sekitar 17 mata pelajaran.
”Apakah perlu sebanyak itu?
Lalu apa hasilnya bagi peningkatan kualitas siswa? Ini yang sedang dievaluasi,”
kata Nuh.
Efektivitas pembelajaran
Evaluasi itu dilakukan, kata
Nuh, untuk efektivitas pembelajaran. Karena itu selain evaluasi, juga dilakukan
uji coba dan perbandingan di sejumlah sekolah dengan mengubah jam belajar dari
23 jam per minggu menjadi 30 jam.
”Tapi jumlah mata pelajaran
dikurangi atau dipadatkan dengan cara digabung,” kata Nuh yang didampingi
Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Hamid Muhammad serta Kepala Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan
Syawal Gultom.
Secara keseluruhan, evaluasi
kurikulum itu meliputi standar isi, proses, evaluasi, dan kompetensi.
Agar evaluasi bersifat
independen dan hasilnya akurat, kata Nuh, berbagai profesi dan keahlian
dilibatkan. Di sisi lain, Kemdikbud juga membentuk tim evaluasi sendiri. Hasil
evaluasi kedua tim ini nantinya akan dipadukan untuk mencari solusi terbaik.
Jika nanti digunakan kurikulum
baru, maka kurikulum itu juga bukan adaptasi dari kurikulum asing karena tidak
akan selalu sesuai untuk kondisi di Indonesia. ”Dari kajian kami, sekolah yang
full day cenderung lebih bagus hasilnya. Anak-anak jelas kegiatannya,” kata
Nuh.
Direktur Jenderal Pendidikan
Menengah Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, karena evaluasi masih
berlangsung, sampai saat ini belum ada keputusan tentang rencana penambahan jam
belajar itu.
Meski demikian, uji coba
menambah jam belajar siswa sudah dilakukan di sejumlah sekolah.
”Sedang dikaji kemungkinan
jumlah mata pelajaran dikurangi atau digabung untuk mengurangi beban siswa,”
kata Hamid.
Sumber: kompas.com